“A Man for All Seasons” adalah sebuah film biografi Thomas More yang tengah menentang kebijakan raja Henry VIII tentang perceraian dan pemisahan Gereja Inggris dari Gereja Katolik Roma.
Film ini tidak hanya memberikan gambaran yang jelas tentang periode sejarah penting dalam sejarah Inggris, tetapi juga memberikan pelajaran moral yang kuat terkait dunia tulis dengan menggambarkan betapa pentingnya menjunjung tinggi kebenaran dan integritas dalam menulis.
Thomas More adalah seorang penulis terkenal yang pada masanya dikenal karena karya-karyanya yang berisi pemikiran-pemikiran kritis. Dalam film ini, Thomas More ditampilkan sebagai seorang penulis yang sangat terampil, produktif dan berpengaruh.
Beberapa tulisan yang ia hasilkan yang disebutkan dalam film antara lain:
Tulisan-tulisan tersebut menunjukkan kepiawaian Thomas More dalam mengekspresikan pemikirannya secara tertulis, dan juga menunjukkan keterlibatannya dalam isu-isu politik dan agama pada masanya.
Namun, dalam film ini juga More sekaligus digambarkan sebagai karakter yang menolak keras untuk menulis atau mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan keyakinan dan prinsip-prinsip moralnya. Ia lebih memilih untuk mempertahankan kebenaran dan integritasnya daripada mengikuti kebijakan politik yang salah.
More menunjukkan bagaimana pentingnya menulis dengan kejujuran dan integritas dalam menulis, dan tidak mengorbankan prinsip-prinsip moral untuk memenuhi tuntutan kebijakan atau opini publik. Film ini menunjukkan betapa pentingnya seorang penulis mempertahankan keyakinannya meskipun dalam situasi yang sulit.
More juga menunjukkan bahwa menulis bukan hanya tentang merangkai kata-kata yang indah atau menggunakan bahasa yang tepat, tetapi juga tentang menyampaikan pemikiran dan ide-ide yang dapat membawa dampak positif pada masyarakat. Ia menulis tentang ide-ide yang berpengaruh dan memberikan pengaruh pada orang-orang di sekitarnya.
Bahwa menulis tidak hanya tentang mengungkapkan pemikiran-pemikiran kita, tetapi juga tentang membela nilai-nilai yang kita percayai. Seorang penulis harus mampu menggunakan kebebasannya untuk mengekspresikan pandangannya dengan cara yang konsisten dengan nilai-nilai yang dianutnya.
Dengan kata lain, Thomas More dalam “A Man for All Seasons” menunjukkan bahwa menulis adalah seni yang kompleks dan melibatkan lebih dari sekadar kemampuan teknis. Menulis juga melibatkan pengambilan sikap moral dan kejujuran untuk mempertahankan prinsip-prinsip yang kita yakini. []
Puisi berasal dari bahasa Yunani, Poiein (buat/making) dengan tambahan -is (aktivitas) di belakangnya. Poiein+is, Poiesis (aktivitas membuat ulang). Kata ini digunakan dalam banyak konteks yang tak hanya pada pekerjaan seni atau lebih khusus seni berbahasa; pada kerja manufaktur hingga dalam penerapan ilmu kedokteran. Contoh yang paling sering saya bawa misalnya pada kata Hematopoiesis (proses natural pembuatan ulang darah: proses pengembangan darah di dalam tubuh yang melibatkan pembelahan hingga diferensiasi kefungsian sel). Akan tetapi, dalam hal ini baiklah kita batasi saja pada kegiatan seni membentuk ulang bahasa, yangmana, para pemikir Yunani ...
This will close in 0 seconds