Dalam sejarah kesusastraan Indonesia, Riau dikenal sebagai salah satu kantong sastra nasional. Meskipun sempat vakum dan tertinggal oleh Sumatera Barat dalam perannya sebagai pabrik sastrawan, setelah Suman Hs. ikut berjaya di masa Balai Pustaka dan Pujangga Baru (bersaing dengan pengarang-pengarang Sumatera Barat, seperti Nur Sutan Iskandar, Marah Rusli, dan Abdul Muis), sejak dekade 1960-an, Riau kembali melahirkan banyak sastrawan. Menurut catatan Fakhrunnas M A Jabbar (2008), pada dekade 1960-an itu muncul beberapa pengarang, seperti Tengku Nazir (Dey Nazir Alwi), Johan Syarifuddin, Wan Saleh Tamin, dan Wan Ghalib.
Satu dasawarsa kemudian, muncul pula Sutardji Calzoum Bachri, Ibrahim Sattah, Rida K liamsi, Edinislan Pe Amanriza, B.M. Syamsuddin, Syamsul Bahri Judin, Taufik Effendi Aria, Wunulde Syaffinal, Hasan Junus, dan Raja Hamzah Yunus. Di samping itu, sejumlah intelektual dari beberapa perguruan tinggi di Riau pun muncul, turut menggairahkan tradisi kepenulisan di Riau. Sejumlah intelektual itu, antara lain, adalah Muchtar Ahmad, Tenas Effendy, U.U. Hamidy, Tabrani Rab, Suwardi M.S., Said Mahmud Umar, Suhartoko N A, Muchtar Lutfi, Saidat Dahlan, dan Amir Lutfi.
Tradisi kepenulisan di Riau terus berlanjut. Pada dekade 1980-an muncul sejumlah pengarang, seperti Al-Azhar, Taufik Ikram Jamil, Fakhhinnas M.A. Jabbar, M. Husnu Abadi, Dasiy Al Mubaiy, Syafruddin Saleh Sei Gergaji, Aris Abeba, Kazzaini Ks., MostamirThalib, Sutrianto, dan Yusmar Yusuf. Disusul kemudian (pada dekade 1990-an dan 2000-an) oleh Abel Tasman, Samson Rambah Pasir, Saidul Tombang, Ahmad S. Udi, Ramon Damora, Marparsaulian, Taufik Muntasir, Hang Kafrawi, Abdul Kadir Ibrahim, Marhalim Zaini, Musa Ismail, Tarzan, Olyrinson, Agung Lontar, Hary B. Kori’un, Budy Utamy, Fitrimayani, Joni Lis Efendi, Rifa Utomi, Cahaya Buah Hati, dan masih banyak lagi.
Sebagai pelaku sejarah kesusastraan di Riau, pada kenyataannya pengarang-pengarang (dan kaiyanya) itu tidak/belum semuanya telah terdokumentasikan dengan baik. Oleh karena itu, saya (sebagai Kepala Balai Provinsi Riau) menyambutbaik diterbitkannya Ensiklopedia Sastra Riau ini. Dilihat dari kandungan isinya, ensiklopedia yang diharapkan dapat memberi informasi yang agak lengkap tentang kehidupan sastra Riau ini mampu menunjang upaya peningkatan mutu dan apresiasi sastra Riau. Terbitnya Ensiklopedia Sastra Riau ini tentu tidak terlepas dari kerja sama yang baik dengan berbagai pihak. Untuk itu, secara tulus saya sampaikan ucapan terima kasih kepada tim penyusun (penyusun awal dan akhir), editor, dan seluruh pegawai Balai Bahasa Provinsi Riau. Ucapan yang sama juga saya sampaikan kepada Sdr. Marhalim Zaini dan Haiy B. Kori’un atasjerih payahnya telah melakukan pembacaan kritis terhadap naskah penerbitan ini.
Pekanbaru, Desember 2010
Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau
Berikut link download:
Ensiklopedia Sastra Riau (2011)
“Ensiklopedia yang diharapkan dapat memberi informasi yang agak lengkap tentang kehidupan sastra Riau ini mampu menunjang upaya peningkatan mutu dan apresiasi sastra Riau.“
Puisi berasal dari bahasa Yunani, Poiein (buat/making) dengan tambahan -is (aktivitas) di belakangnya. Poiein+is, Poiesis (aktivitas membuat ulang). Kata ini digunakan dalam banyak konteks yang tak hanya pada pekerjaan seni atau lebih khusus seni berbahasa; pada kerja manufaktur hingga dalam penerapan ilmu kedokteran. Contoh yang paling sering saya bawa misalnya pada kata Hematopoiesis (proses natural pembuatan ulang darah: proses pengembangan darah di dalam tubuh yang melibatkan pembelahan hingga diferensiasi kefungsian sel). Akan tetapi, dalam hal ini baiklah kita batasi saja pada kegiatan seni membentuk ulang bahasa, yangmana, para pemikir Yunani ...
This will close in 0 seconds