LOADING

Type to search

Shiny.ane el’poesya: 12 tipe REPETISI dalam Poetic dan Rethoric

Berkaitan dengan style of repetition (gaya mengulang–kata) dalam POETIC maupun dalam RETHORIC, mungkin sebagian dari penulis mula masih belum mengetahui lebih jauh bagaimana gaya bahasa ini pernah digunakan oleh banyak penulis dunia di luar sana. Bahkan, gaya ini (oleh banyak penulis pop Indonesia) juga kerap disalahpahami sebagai sebuah pemborosan penggunaan kata dalam konteks efektivitas kalimat. Biasanya, tuduhan sepihak demikian lagi-lagi didasarkan pada kekurang pahaman terhadap berbagai variasi gaya bahasa dalam menulis. Shakespeare misalnya, adalah salah satu penulis terkenal yang gemar menggunakan gaya repetisi ini dalam karya-karyanya; entah itu ia mengulang-ngulang sebuah kata di antara awal kalimat, di antara akhir kalimat, atau bahkan di tengah-tengah sebuah rangkaian kalimat. Lebih parah, jika sampai muncul seseorang mengaku telah menciptakan satu genre puisi baru dengan menggunakan hanya salah satu style dari repetisi dalam tulisannya.

Lantas, agar hal-hal demikian tidak lagi terjadi, berikut saya coba berikan materi dan masing-masing contoh dari 12 jenis gaya repetisi yang sudah dikenal dalam perpuisian dunia. Paling tidak, agar teman-teman yang sudah membaca ini tidak lagi bertanya, mengapa dalam tulisan-tulisan yang saya buat juga kerap menggunakan repetisi. Bukan sebab tidak mengerti apa dan bagaimana kalimat efektif, tetapi sebagai sebuah gaya bahasa untuk tujuan tertentu.




1. Anadiplosis

Yaitu mengulang sebuah kata, frasa atau klausa yang terdapat di akhir sebuah kalimat, untuk dijadikan kata, frasa, atau klausa bagi awal kalimat yang mengikutinya. Contoh. “Aku membuatkanmu sepucuk surat. Surat yang berisi beberapa contoh indah kalimat.” Dalam praktiknya, Anadiplosis ini kerap digunakan berbarengan dengan gaya bahasa yang lainnya yang bernama Chiasmus. Yaitu, sebuah gaya yang melibatkan pembalikan kalimat awal oleh kalimat setelahnya. Contoh. “Kejarlah apa yang ingin kau miliki. Milikilah apa yang ingin kau kejar.” Nah jika gaya Anadiplosis ini digunakan bukan untuk membalikkan, tetapi untuk membuat kalimat berkelanjutan (seringkali lebih dari tiga kalimat yang terus berkelanjutan), maka disebut sebagai Gaya Gradatio (Gradasi). Saya beri contoh. “Aku mencintaimu dengan tulus. Setulus api mencintai hujan.” Hujan mencintai cahaya terang. Cahaya terang mencintai malam.”

2. Anafora

Yaitu mengulang sebuah kata, frasa atau klausa yang ada di awal kalimat, untuk dijadikan sebagai awal kalimat berikutnya. Contoh. “Setiap pagi embun jatuh ke tanah. Setiap pagi embun meresap punah. Setiap pagi aku menghampirimu dengan tunduk dan pasrah.” Gaya mengulang ini umurnya setua dari adanya doa-doa. Contoh. “Oh Tuhan, kasihilah kehidupanku. Oh Tuhan, berkahilah aku. Oh Tuhan, aku menginginkan hidup penuh karuniaMu.”

3. Epifora

Yaitu mengulang sebuah kata, frasa atau klausa yang ada di akhir atau tengah kalimat, untuk dijadikan sebagai akhir kalimat berikutnya. Contoh. “Chairil Anwar orang Indonesia. Sitor Situmorang orang Indonesia. Mereka semua berbahasa Indonesia.” Contoh kedua. “Kita terlalu cepat melupakan siut kemarau setelah hujan pertama jatuh. Kita telah melupakan betapa damai gembala duduk di bawah pohon. Maka wajar jika alam melupakan begitu cepat setiap doa-doa kita setelah mendengarnya.” Epifora ini kerap juga dilakukan dengan gaya suara “echo” yang adanya memang di akhir kalimat. Contoh. “Jangan meraih cinta yang telah tumpah, tumpah dan tumpah!” Dalam peristilahan gaya bahasa puisi dunia, Epifora dengan mengulang-ulang-ulang kata di tengah kalimat satu dengan lainnya seringkali disebut sebagai Epimone.




4. Antistatis (Diaphora)

Yaitu mengulang sebuah kata, frasa atau klausa yang ada pada sebuah kalimat, untuk memberikan penekanan akan kondisi sebaliknya. Contoh. “Kamu tak perlu mencari alasan. Ketika kamu telah mendapatkannya, maka kamu telah mendapatkannya!” Frasa “telah mendapatkan” diulang untuk menunjukkan bahwa justru lawan bicara tidak mendapatkannya.

5. Diacope

Diacope terdiri dari dua jenis. Pertama, yaitu mengulang sebuah kata, frasa atau klausa yang ada pada sebuah kalimat, untuk memecah makna kata. Penggunaan Diacop ini biasanya dengan cara memunculkan kalimat negasinya seperti, “Lakukan, atau tidak lakukan!” Kata lakukan di sana terpecah makna menjadi dua, yaitu benar-benar melakukan atau tidak. Dan kedua, untuk memberikan penekanan pada kata awal yang sudah disebutkan. Contoh. “Kejadian itu, aku melihatnya sepenuhnya, aku melihat kengeriannya.” Contoh lain. “Aku mendengar suara itu. Mendengar desirannya.”

6. Epanalepsis

Yaitu mengulang sebuah kata, frasa atau klausa yang ada pada awal kalimat, di akhir kalimat yang sama. Contoh. “Matahari telah bersinar menyelimuti sawah. Oh, kuning emas Matahari.” Adakalanya penerapan ini juga tidak persis di awal dan di akhir, seperti contoh berikut. “Pada sebuah detik, kita mempunyai waktu untuk mengubah sesuatu. Pada sebuah detik penentuan.”




7. Negative-Positive Restatement

Yaitu gaya repetisi dengan melakukan dua kali pernyataan sekaligus dengan negative dan positive, yang keduanya bisa jadi adalah dua hal yang benar namun kebenaran lebih tinggi ada pada pernyataan akhirnya. Contoh. “Puisi bukanlah benda bebas. Puisi adalah kebebasan itu sendiri!”

8. Polyptoton

Yaitu gaya repetisi yang menggunakan permainan perubahan morfologis dari sebuah kata. Contoh. “Aku mencintaimu, engkau dicintai olehnya, cinta kita adalah percintaan segitiga.” Kata cinta diulang berkali-kali, namun sekaligus dengan perubahan morfologisnya. Dalam konteks kalimat yang saya contohkan, perubahan morfologis tersebut adalah dengan penambahan awalan dan akhiran. Jika dalam bahasa Inggris (atau bahasa Arab), itu bisa dilakukan dengan menggunakan permainan bentuk verb1, V2, V3 dst.

9. Antanaclasisi

Yaitu gaya repetisi yang menggunakan permainan homonimi (kata sama beda makna). Contoh. “Aku bisa mengobati cintamu dari bisa ular.” Kata bisa diulang tetapi dengan makna berbeda.

10. Symploce

Yaitu gaya repetisi yang menggabungkan antara Anaphora dan Epifora

11. Gradatio – cek lagi Anadiplosis

12. Epimone – cek lagi Epifora

 

24 Desember Shiny.ane el’poesya




Tags:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

AVANT PROPOSE


Puisi berasal dari bahasa Yunani, Poiein (buat/making) dengan tambahan -is (aktivitas) di belakangnya. Poiein+is, Poiesis (aktivitas membuat ulang). Kata ini digunakan dalam banyak konteks yang tak hanya pada pekerjaan seni atau lebih khusus seni berbahasa; pada kerja manufaktur hingga dalam penerapan ilmu kedokteran. Contoh yang paling sering saya bawa misalnya pada kata Hematopoiesis (proses natural pembuatan ulang darah: proses pengembangan darah di dalam tubuh yang melibatkan pembelahan hingga diferensiasi kefungsian sel). Akan tetapi, dalam hal ini baiklah kita batasi saja pada kegiatan seni membentuk ulang bahasa, yangmana, para pemikir Yunani ...

Klik Di sini

 

This will close in 0 seconds